Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Semua Bertanya, Mengapa RUU TNI Harus Disahkan

Suara Perubahan
19 Jul 2024, 14:34 WIB Last Updated 2024-07-19T07:34:52Z
iklan

ruu tni, jabatan, kontroversi
Sumber: Menara
SUARAPERUBAHAN.COM, POLITIK - Dalam pembahasan internal perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), Markas Besar TNI mengajukan usulan agar prajurit aktif dapat lebih banyak menduduki jabatan di kementerian/lembaga.


Mengapa revisi UU TNI dipermasalahkan?


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto dalam forum dengar pendapat publik soal revisi UU TNI mengatakan, pembahasan revisi UU TNI mengarah pada perluasan kementerian/lembaga yang bisa diduduki oleh prajurit aktif.


Menurut Hadi, itu berbeda dengan bangkitnya dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) seperti saat Orde Baru. Namun, bagi sejumlah pegiat gerakan masyarakat sipil, pendapat Hadi itu dapat mereduksi nilai-nilai demokrasi negara.


Apa pandangan pemangku kepentingan terkait UU TNI?


Pimpinan DPR membenarkan adanya rencana untuk merevisi UU TNI dan UU Polri. Perubahan diklaim penting sebab sudah tertunda karena penyelenggaraan Pemilu 2024. Sementara itu, masyarakat sipil terus mendesak agar rencana tersebut dibatalkan karena dianggap bakal memundurkan agenda reformasi TNI dan Polri.


TNI mengusulkan sejumlah pasal tambahan yang perlu direvisi pada UU TNI. Tak hanya terkait usia pensiun dan keleluasaan penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga, tetapi juga salah satunya penghapusan aturan yang melarang prajurit TNI melakukan kegiatan bisnis.


Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menyebut pembahasan revisi UU TNI mengarah pada perluasan kementerian/lembaga yang bisa diduduki oleh prajurit aktif. Hal ini dipandang berbeda dengan bangkitnya dwifungsi ABRI.


Penugasan TNI tak terlepas dari keputusan-keputusan politik para pemangku kepentingan. Meski begitu, perluasan penugasan TNI di kementerian/lembaga bukan untuk menjalankan kepentingan politik praktis, melainkan menjawab kebutuhan agar sesuai kebijakan presiden.


Draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disepakati menjadi RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat setelah lembaga tersebut menyusun rancangan kedua regulasi itu secara kilat.


Melalui revisi itu, DPR mengusulkan usia pensiun anggota TNI dan Polri hingga 65 tahun. Namun, masyarakat sipil mengkhawatirkan adanya masalah baru yang muncul akibat aturan tersebut.

Apa dampak revisi UU TNI?


Dampak RUU TNI dinilai akan merusak profesionalisme TNI secara keseluruhan. Di tengah kerawanan regional dan global yang tak terprediksi saat ini, semua personel TNI seharusnya berkonsentrasi pada upaya penangkalan ancaman eksternal dan penguatan pertahanan negara.


Penempatan prajurit pada jabatan sipil dinilai bakal mengganggu kesiapsiagaan institusional dan strategis TNI, merusak tatanan birokrasi sipil, dan membuak ruang penyelewengan sumber daya negara.


Baca juga: Ratusan Perwira Menganggur, Jadi Solusikah Penambahan Usia Pensiun dan Perluasan Peran TNI?

Bagaimana publik merespons revisi UU TNI?


Revisi UU TNI diharapkan tidak menjadi ajang aji mumpung untuk mengubah berbagai ketentuan yang bertentangan dengan hakikat tentara sebagai alat negara di bidang pertahanan. Sejumlah persoalan internal, mulai dari banyaknya perwira non-job hingga aspek kesejahteraan prajurit, semestinya dibenahi melalui perubahan tata kelola.


Hilangnya batasan kementerian/lembaga yang bisa ditempati prajurit TNI aktif dalam draf revisi UU No 34/2024 tentang Tentara Nasional Indonesia memicu kekhawatiran masyarakat soal kebangkitan ABRI.


Penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil dinilai tidak sejalan dan bertentangan dengan prinsip pengaturan militer di negara demokrasi yang menuntut adanya pemisahan antara domain sipil dan domain militer. DPR dan pemerintah pun didesak untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi UU TNI. .

Iklan

iklan