Iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Bangsa yang Berdamai dengan Masa Lalu: HMI Kota Bogor Dorong Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Dodi Adrian Febriansyah
5 Nov 2025, 21:29 WIB Last Updated 2025-11-05T14:29:58Z
iklan

HMI Bogor, Presiden Soeharto, Pahlawan
Foto: Pribadi
SUARAPERUBAHAN.COM, MAHASISWA -Wacana penetapan Presiden Kedua Republik Indonesia, H. M. Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional kembali mencuat ke permukaan. Di tengah silang pendapat antara mereka yang mengenang pembangunan dan mereka yang mengingat represi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Bogor mengambil posisi tegas: mendukung penuh langkah pengakuan tersebut.


Ketua Umum HMI Cabang Kota Bogor, Moeltazam, menyebut Soeharto sebagai figur yang tak bisa dihapus dari sejarah pembangunan bangsa. Dalam pandangannya, Soeharto bukan sekadar penguasa tiga dasawarsa, melainkan tokoh yang membawa Indonesia keluar dari kelamnya krisis ekonomi dan politik pasca-1965.


“Kita harus jujur mengakui, beliau mengambil alih negara di masa inflasi 600 persen. Dari situ, bangsa ini bangkit dan menapaki jalan modernisasi,” kata Moeltazam kepada wartawan di Bogor, Rabu (5/11).


Ia menilai, Trilogi Pembangunan yang dijalankan Soeharto menjadi tonggak arah baru bagi Indonesia: stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan hasil pembangunan. “Bangsa ini pernah begitu percaya diri. Bergerak dalam satu irama pembangunan yang membuat kita merasa bisa berdiri di atas kaki sendiri,” ujarnya.


Pencapaian swasembada pangan pada 1984 disebutnya sebagai salah satu bukti konkret. “Dari negara pengimpor beras, kita menjadi mandiri. Itu bukan semata kerja seorang Soeharto, tapi hasil kerja kolektif bangsa di bawah kepemimpinannya,” katanya.


Moeltazam juga mengingatkan pentingnya menilai warisan kebijakan pendidikan Soeharto. Program SD Inpres, katanya, membuka pintu pendidikan bagi anak-anak di pelosok yang sebelumnya jauh dari akses sekolah. “Kalau hari ini anak-anak di desa bisa membaca dan menulis, itu juga buah dari kebijakan masa lalu yang berpihak pada rakyat kecil,” ujarnya.


Namun, di balik sanjungan itu, Moeltazam tak menutup mata terhadap catatan kelam era Orde Baru. Ia menyebut bahwa menilai sejarah tidak bisa hanya dengan warna tunggal. “Tak ada pemimpin yang tanpa cela. Tapi menutup mata terhadap jasa besarnya sama saja mengingkari sejarah bangsa sendiri,” katanya.


Menurutnya, gelar Pahlawan Nasional bukan perkara simbolik semata, melainkan upaya bangsa menempatkan sejarah pada proporsi yang adil. “Menghargai jasa bukan berarti menghapus kesalahan. Kita perlu bersikap utuh dalam melihat masa lalu,” ujarnya.


Ia menutup pernyataannya dengan ajakan kepada generasi muda untuk lebih bijak dalam memandang sejarah. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani berdamai dengan sejarahnya. Sudah waktunya melihat Soeharto bukan hanya dari sisi gelap, tapi juga dari cahaya yang pernah ia nyalakan bagi negeri ini,” ujar Moeltazam.[Dy/Red]

Iklan

iklan