![]() |
| Foto: Pribadi |
HMI MPO Jakarta Selatan menegaskan bahwa penolakan ini bukan didasari kebencian personal, melainkan refleksi dan penilaian moral terhadap perjalanan sejarah bangsa selama masa pemerintahan Orde Baru.
Ketua Umum HMI MPO Cabang Jakarta Selatan Fadhlan Rahman menulis dalam pernyataannya “Gelar Soeharto bukan pahlawan. Ia adalah penguasa yang menindas, bukan pembebas. Bangsa yang melupakan luka masa lalunya sedang menyiapkan jalan bagi lahirnya penindasan baru” tulis dalam pernyataannya.
Menurut HMI MPO Cabang Jakarta Selatan, masa kepemimpinan 32 tahun itu tidak layak bagi Soeharto memperoleh gelar tersebut dengan membangun sistem kekuasaan yang sentralistik, menutup ruang demokrasi, membungkam oposisi, serta menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. Mereka menilai era Orde Baru merupakan masa di mana kebebasan berpikir dan berpendapat dibatasi, sementara lembaga legislatif kehilangan fungsi pengawasannya dan sekadar menjadi stempel kekuasaan.
“Rezim Orde Baru adalah masa di mana rakyat dipaksa tunduk, intelektualitas dipasung, dan kritik dianggap ancaman terhadap negara,” lanjutnya dalam pernyataan tersebut.
Sebagai bagian dari gerakan mahasiswa, HMI MPO Cabang Jakarta Selatan menegaskan komitmennya dalam membela kaum tertindas, dan memperjuangkan kebebasan. Mereka menyatakan tidak akan tinggal diam terhadap upaya pemutihan sejarah dan glorifikasi terhadap figur yang dianggap sebagai simbol penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
“Menyebut Soeharto sebagai pahlawan berarti mengkhianati mereka yang menjadi korban kekerasan politik, penghilangan paksa, dan ketidakadilan ekonomi selama Orde Baru berkuasa,” tegasnya dalam pernyataan tersebut.
Dalam penutup pernyataannya, HMI MPO Cabang Jakarta Selatan menyerukan kepada seluruh elemen bangsa, terutama kalangan muda dan mahasiswa, untuk waspada terhadap upaya sistematis mengaburkan sejarah. Mereka mengingatkan agar bangsa ini tidak kehilangan ingatan moral dan terus menegakkan kebenaran sejarah.
“Soeharto bukan pahlawan. Ia adalah penguasa yang menindas, bukan pembebas. Bangsa yang melupakan luka masa lalunya sedang menyiapkan jalan bagi lahirnya penindasan baru,” tutup pernyataan itu. (dy/daf)

