
![]() |
Sumber: Legion News |
Nurul Fatta, pengamat politik dan kebijakan publik dari Polmas Jakarta, menyoroti dampak negatif kebijakan ini terhadap masyarakat. "Kenaikan pajak yang sangat tinggi ini akan memukul daya beli masyarakat. Ini jelas-jelas membebani mereka, terutama di tengah kondisi ekonomi masyarakat Situbondo begini-begini saja," ujarnya pada Selasa (20/8).
Fatta menambahkan, kebijakan ini juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di Situbondo. "Investasi akan sulit tumbuh jika biaya-biaya terkait properti menjadi sangat mahal. Ini akan berdampak pada lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat," tegasnya.
Sebagaimana ramai diberitakan, sebelum memperoleh Akta Jual Beli (AJB), masyarakat harus membayar pajak dengan harga yang sangat tinggi. “Kenaikan pajak jual beli tanah nilainya tidak masuk akal. Coba bayangkan, lokasi tanah saya di pedesaan tapi pajak jual belinya melambung tinggi,” kata Eliyas warga Desa Wonokoyo, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo.
Hal serupa juga dirasakan Febi, warga Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, mengeluhkan mahalnya harga pajak jual beli tanah dan bangunan yang ditentukan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo.
“Kelas tanah di desa saya bukan kelas yang istimewa, tapi kelas biasa yang rawan terkena banjir. Sebab, lokasi tanah tersebut di dekat bantaran sungai. Tapi, Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo mematok kenaikan harga pajak jual beli tanah dan bangunan melambung tinggi hingga 300 persen lebih,” keluh Febi.
Sementara itu merujuk pada aturan, dasar pengenaan PBB P2 adalah NJOP diatur dalam Perda 7 Tahun 2023 dan Perbup No. 1 tahun 2024 dan besarannya diatur oleh Surat Keputusan Bupati.
Dengan begitu, Menurut Fatta, keberpihakan Bupati Karna Suswandi jelas bukan untuk meringankan beban masyarakat Situbondo. “Kalau saya nilai, kebijakan Bupati Karna ini sebagai bukti bahwa ia tidak mau tahu apa yang dirasakan masyarakat Situbondo. Khususnya mereka rakyat kecil,” pungkasnya.[Red]